Menu

Mode Gelap
Ansar Ahmad: Pulau Penyengat Harus Jadi Triger Destinasi Wisata Religi dan Heritage How To Handle Every Movie Challenge With Ease Using These Tips The Most Influential People in the Green House Industry and Their Celebrity Dopplegangers Technology Awards: 6 Reasons Why They Don’t Work & What You Can Do About It

Daerah · 23 May 2023 09:31 WIB ·

Ketua PWI Agara Angkat Bicara Soal Wartawan Abal-abal


					Ketua PWI Aceh Tenggara, Sumardi bersama Sekretaris PWI Aceh Tenggara, Noris Ellyfian kembali membahas soal istilah wartawan abal-abal. Perbesar

Ketua PWI Aceh Tenggara, Sumardi bersama Sekretaris PWI Aceh Tenggara, Noris Ellyfian kembali membahas soal istilah wartawan abal-abal.

Aceh Tenggara, jurnalkota.online

Ketua PWI Aceh Tenggara, Sumardi yang didampingi Sekretaris PWI Aceh Tenggara, Noris Ellyfian, kembali angkat bicara soal istilah wartawan abal-abal yang dituding merusak citra dan hargadiri wartawan di Bumi Sepakat Segenap ini.

Ketua Persatuan Wartawan indonesia (PWI), Sumardi menjelaskan Kepada Jurnalkota Online, “Menjamurnya saat ini wartawan abal-abal di Kabupaten Aceh Tenggara, hingga merusak citra buruk dan hargadiri wartawan. Kemudian membuat resah kalangan pejabat publik dan masyarakat, sehingga pada saat ini wartawan abal-abal menjadi buah bibir berbagai pihak termasuk kalangan jurnalis,” sebut Ketua PWI, Selasa (23/5/2023).

Selaku Ketua PWI, kata dia, saya punya tanggungjawab moral dan bertugas untuk meningkatkan kualitas dan profesional kalangan wartawan.

“Jadi, ya wajar jugalah dirinya mencurigai si wartawan abal-abal yang merusak citra profesi wartawan. Kenapa? Karena kata abal-abal sama dengan ecek-ecek yang sama dengan wartawan yang tidak menulis. Artinya, inilah yang dikatakan abal-abal. Selain itu, biasanya oknum seperti ini menggambarkan sesuatu yang tidak berkualitas dan murahan,” lanjutnya.

Dijelaskannya, ciri-ciri wartawan abal-abal itu mempunyai karakter dan berpenampilan sok jago. Tentunya tidak tahu bagaimana etika sebagai jurnalis. Beberapa belakangan ini ada keanehan, wartawan yang pakai atribut aneh, sehingga pertanyaan yang diajukan kepada sumber terkesan tendensius dan congkak, serta sok tahu, tidak bertata krama jurnalis. Meremehkan bahkan kadang mengancam dan memeras narasumber.

Seiring kemajuan dunia informasi dan teknologi informasi, masyarakat harus mampu membedakan antara wartawan profesional dan wartawan abal-abal (palsu). Untuk meningkatkan profesional wartawan, maka pemerintah membentuk lembaga Dewan Pers dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Sebenarnya, Dewan Pers sudah berdiri sejak tahun 1966 melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan pokok pers, tetapi pada saat itu Dewan Pers berfungsi sebagai penasehat Pemerintah dan memiliki hubungan secara struktural dengan Departemen Penerangan.

Kemudian, pembentukan Dewan Pers juga dimaksudkan untuk memenuhi Hak Asasi Manusia (HAM), karena kemerdekaan pers termasuk sebagai bagian dari HAM. Dewan Pers memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik. Sebagai lembaga independen, Dewan Pers tidak memiliki perwakilan dari Pemerintah pada jajaran anggotanya.

Seiring perjalanan sejarah, fungsi Dewan Pers juga berubah, yang dahulu sebagai penasehat Pemerintah sekarang telah menjadi pelindung kemerdekaan pers. Tidak ada lagi hubungan secara struktural dengan Pemerintah.

Dihapuskannya Departemen Penerangan pada masa Presiden Abdurrahman Wahid menjadi bukti. Dalam keanggotaan, tidak ada lagi wakil dari Pemerintah dalam Dewan Pers. Tidak ada pula campur tangan Pemerintah dalam institusi dan keanggotaan, meskipun harus keanggotaan harus ditetapkan melalui Keputusan Presiden.

Wartawan profesional selalu menggunakan cara-cara etis dalam mencari informasi dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik. ‘Minta duit’ merupakan pelanggaran terhadap kode etik dan salah satu ciri wartawan tidak profesional.

Sambung Sekretaris PWI Aceh Tenggara, Noris Ellyfian, prinsip Kerja Kewartawanan, Pedoman Dewan Pers;

1. Wartawan dalam menjalankan pekerjaan jurnalistiknya selalu berdasar pada prinsip-prinsip etika. Wartawan Indonesia telah memiliki Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang menjadi acuan bagi seluruh wartawan di Indonesia.

2. Wartawan tidak boleh menggunakan cara-cara pemaksaan dan intimidasi, serta tidak meminta imbalan dalam mencari informasi.

3. Dewan Pers mengimbau agar komunitas wartawan dan pers bahu-membahu bersama masyarakat untuk memerangi praktek penyalahgunaan profesi wartawan, dengan malaporkan aktivitas-aktivitas tidak profesional -yang mengatasnamakan sebagai wartawan-kepada kepolisian.

4. Kepada anggota masyarakat, perusahaan swasta, dan instansi pemerintah diharapkan agar cermat dalam mengidentifikasi wartawan/media serta tidak segan-segan menanyakan identitas wartawannya. (Yuda)

Artikel ini telah dibaca 32 kali

Baca Lainnya

Ziarah ke Makam Tokoh Pejuang Kepri, Ansar Ahmad akan Teruskan Perjuangan

24 September 2023 - 11:08 WIB

Hari Jadi ke-21 Provinsi Kepri, Momentum Pembangunan Berkelanjutan

24 September 2023 - 07:21 WIB

Ansar Ahmad Pelopor Gerakan Selamatkan Pangan di Provinsi Kepri

24 September 2023 - 07:00 WIB

Perayaan HUT ke-21 Provinsi Kepri Diisi dengan Beragam Kegiatan

23 September 2023 - 13:50 WIB

Dewi Kumalasari Buka Pameran dan Bazaar Kuliner PKD Provinsi Kepri

22 September 2023 - 13:25 WIB

Tinjau Progres Pengerjaan Jalan di Pulau Penyengat, Ansar Ahmad Yakin Selesai Tepat Waktu

20 September 2023 - 13:42 WIB

Trending di Daerah